- PDB Indonesia tumbuh 5.05% YoY di 2023, namun terdapat kesenjangan antara PDB riil dan nominal karena disinflasi global, yang berdampang pada banyak sektor termasuk ekspor dan impor. Disinflasi lebih dipicu oleh dinamika eksternal, termasuk penurunan harga komoditas dan kelebihan kapasitas industri Tiongkok.
- Disinflasi dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, menyebabkan kompresi margin dan berkurangnya keinginan belanja, ekspansi, dan investasi. Hal ini juga menyebabkan perlambatan pertumbuhan simpanan dan kredit bank.
- Belanja terkait pemilu dan investasi (mayoritas dari sektor swasta) mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih baik daripada tren global dan regional, namun perlambatan pasca pemilu diperkirakan akan terjadi karena tidak adanya katalis signifikan kedepannya.
- BI dapat memulihkan momentum pertumbuhan dengan penurunan suku bunga pada H2-24, namun waktunya bergantung pada ketidakpastian global. Salah satu solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan memotong giro wajib minimum (GWM), yang dapat dengan cepat mengatasi kesenjangan likuiditas Indonesia dengan risiko yang lebih kecil terhadap inflasi dan nilai tukar.