15 Agustus, 2022
- Surplus neraca dagang dan transaksi berjalan Indonesia cenderung mengalami penurunan pada H2 2022 akibat normalisasi harga komoditas. Inflasi global, aturan DMO, dan kenaikan permintaan impor turut berkontribusi menekan surplus kedepannya.
- Surplus transaksi berjalan membantu BI mempertahankan kebijakan akomodatif. Namun, risiko internal (penerimaan komoditas yang tidak masuk ke dalam negeri, peningkatan permintaan valas dari dalam negeri) dan eksternal (tren pengetatan moneter global) mempersulit BI untuk menstabilkan nilai Rupiah tanpa penyesuaian BI 7DRR.
- Risiko inflasi memperumit upaya pemerintah dan BI untuk melakukan distribusi penerimaan komoditas melalui intervensi moneter dan fiskal. Dengan demikian, pandemi dan siklus komoditas setelahnya menciptakan kesenjangan likuiditas antar sektor yang dapat menempatkan pemerintah dalam posisi sulit.
- Normalisasi kebijakan secara gradual dapat membantu pemerintah dan BI untuk menahan risiko jangka pendek akibat pengetatan likuiditas dan prospek stagflasi global namun tetap menempatkan perekonomian Indonesia dalam posisi yang tepat untuk meraih potensi pertumbuhan akibat pergeseran rantai pasok global.