Terdapat dua jenis Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ritel yang dapat dipilih, yaitu Sukuk Ritel (SR) dan Sukuk Tabungan (ST).
Mengenal Sukuk
Sukuk atau biasa disebut juga Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan pemerintah kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan pemerintah untuk membayar imbal hasil kepada pemegang Obligasi Syariah serta membayar kembali pokok obligasi pada saat jatuh tempo. Dana yang diinvestasikan akan digunakan untuk kegiatan pembelian hak manfaat Barang Milik Negara lalu disewakan kepada pemerintah untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut.
Persamaan Sukuk Ritel (SR) dan Sukuk Tabungan (ST)
Mengingat sama-sama sukuk, tentu ada persamaan antara SR dan ST:
1. Prinsip syariah
SR dan ST sama-sama menjalankan prinsip syariah. Investasi ini cocok untuk investor yang ingin terbebas dari judi, ketidakjelasan, dan riba di dalamnya. Keduanya juga sudah ditetapkan sesuai prinsip syariah oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
2. Berperan dalam pembangunan nasional
Dana yang diterima dari penerbitan sukuk akan dipakai untuk pembiayaan pembangunan nasional.
3. Menggunakan akad wakalah
Akad ini mengharuskan adanya rukun dan syarat di dalamnya, yaitu pihak yang mewakilkan, pihak yang diwakilkan, dan objek yang diwakilkan.
4. Investasi yang terjangkau
Investasi bisa dilakukan dengan modal mulai dari Rp1 juta.
5. Imbal hasil per bulan (dapat dijadikan passive income)
Imbal hasil dibayarkan setiap bulan sampai dengan jatuh tempo sukuk. Pengembalian imbal hasil dijamin oleh pemerintah melalui undang-undang sehingga aman dari gagal bayar.
Lalu, apa perbedaan Sukuk Ritel (SR) dan Sukuk Tabungan (ST)?
1. Tenor investasi
Berkaca pada rilis SR dan ST tahun ini, jangka waktu atau tenor SR yaitu 3 tahun & 5 tahun, sedangkan ST di 2 tahun & 4 tahun sehingga dapat disesuaikan dengan tujuan dan jangka waktu investor.
2. Jenis imbal hasil
Perbedaan penggunaan suku bunga imbal hasil terdapat pada jenis suku bunga yang dipakai. Pada SR, imbal hasil tetap (fixedrate). Dimana, pembayaran imbal hasil setiap bulan akan sama dari awal hingga akhir tenor.
Sedangkan imbal hasil ST menggunakan bunga mengambang dengan batas minimal (floating with floor). Besaran imbal hasil yang dibayarkan bisa berubah sesuai dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI 7 Days Repo Rate). Jika bunga BI turun, pemerintah telah menetapkan batas bawah (floor) supaya tidak berada di bawah suku bunga saat awal penerbitan.
3. Tradable vs Non Tradable
Dua jenis sukuk ini memiliki perbedaan karakteristik kepemilikan. SR memiliki sifat tradable yang bisa diperdagangkan kembali di pasar sekunder sebelum jatuh tempo. Sedangkan ST bersifat non tradable atau tidak bisa diperjualbelikan di pasar sekunder. Investor perlu menunggu hingga jatuh tempo ST untuk mendapatkan kembali modal investasinya
4. Capital Gain
Karena SR bisa diperdagangkan, investor berpotensi mendapatkan capital gain/keuntungan jika harga jualnya di atas pokok investasi awal maupun capital loss/kerugian saat harga jualnya berada di bawah pokok investasi awal. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh ST. Namun, ST akan mendapat imbal hasil lebih tinggi jika terdapat kenaikan suku bunga BI.
5. Fasilitas early redemption
Walau ST tidak bisa diperdagangkan, pemerintah memberikan fasilitas early redemption yaitu pencairan modal yang lebih cepat setelah investasi berjalan selama satu tahun. Modal yang bisa dicairkan pun bisa mencapai 50 persen dari total investasi.
Syarat untuk menikmati early redemption adalah kepemilikan ST minimal Rp2 juta. Fasilitas pencairan lebih awal ini bisa dimanfaatkan oleh investor yang ingin menggunakan dananya untuk keperluan lain.
Itu dia informasi tentang persamaan dan perbedaan SR dan ST. Untuk mulai investasi, gunakan fitur Welma di aplikasi myBCA yang bisa di-download dari Play Store dan App Store. Setelah download,segera lakukan Daftar Data Investor (SID/(Single Investor Identification) untuk selanjutnya bertransaksi investasi di myBCA dan nikmati beragam promonya.